Sebuah studi menarik telah mengemukakan temuan yang perlu menjadi perhatian: anak pertama dan anak tunggal mungkin memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami depresi dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki adik atau saudara. Studi ini menyoroti bagaimana dinamika keluarga dan posisi dalam urutan kelahiran dapat memengaruhi kesehatan mental seseorang.
Apa yang Ditemukan Studi?
Meskipun detail spesifik dari studi ini (misalnya, metodologi, ukuran sampel, lokasi) tidak disebutkan, temuan umum semacam ini seringkali didasarkan pada analisis statistik yang membandingkan prevalensi depresi di antara kelompok-kelompok kelahiran yang berbeda.
Secara umum, alasan di balik temuan ini sering dikaitkan dengan beberapa faktor psikologis dan sosial yang unik untuk posisi anak pertama dan anak tunggal:
Anak Pertama: Tekanan dan Tanggung Jawab
Anak pertama seringkali dihadapkan pada ekspektasi yang tinggi dari orang tua. Mereka mungkin menjadi “percobaan” bagi orang tua yang baru belajar, dan seringkali dibebani dengan tanggung jawab yang lebih besar, baik itu menjaga adik-adiknya atau menjadi contoh.
- Ekspektasi Tinggi: Orang tua mungkin menaruh harapan besar pada anak pertama untuk berprestasi, baik dalam akademik maupun kegiatan ekstrakurikuler. Tekanan untuk selalu berhasil ini bisa menjadi beban mental.
- Peran “Penjaga”: Anak pertama seringkali diminta untuk lebih dewasa, mandiri, dan bertanggung jawab atas adik-adiknya. Peran ini, meskipun bisa membangun karakter, juga bisa menimbulkan stres dan perasaan terbebani.
- Kurang Perhatian Individual: Dengan hadirnya adik-adik, perhatian orang tua bisa terbagi, dan anak pertama mungkin merasa kurang mendapatkan perhatian individual seperti dulu.
- Perfeksionisme: Dorongan untuk menjadi yang terbaik atau sempurna seringkali terbentuk pada anak pertama, yang bisa berujung pada kecemasan dan depresi saat menghadapi kegagalan atau ketidaksempurnaan.
Anak Tunggal: Kesepian dan Tekanan Unik
Anak tunggal, di sisi lain, menghadapi set tekanan yang berbeda yang bisa meningkatkan risiko depresi:
- Pusat Perhatian dan Tekanan: Karena tidak ada saudara kandung yang berbagi perhatian atau ekspektasi, semua fokus dan harapan orang tua tercurah pada anak tunggal. Ini bisa menjadi tekanan yang luar biasa besar untuk memenuhi ekspektasi tersebut.
- Kurangnya Interaksi Sosial dalam Keluarga: Anak tunggal mungkin tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan keterampilan negosiasi, berbagi, dan menyelesaikan konflik dengan saudara kandung di rumah. Ini bisa memengaruhi kemampuan mereka dalam berinteraksi sosial di luar rumah dan menghadapi tantangan interpersonal.
- Potensi Kesepian: Meskipun tidak selalu terjadi, anak tunggal mungkin mengalami perasaan kesepian yang lebih besar, terutama jika mereka tidak memiliki banyak kesempatan untuk bersosialisasi di luar rumah.
- Ketergantungan Emosional: Terkadang, anak tunggal bisa memiliki ketergantungan emosional yang lebih kuat pada orang tua, dan kesulitan dalam membangun kemandirian emosional saat dewasa.
Implikasi dan Cara Mengatasi
Studi semacam ini penting karena membantu kita memahami lebih dalam tentang faktor-faktor risiko kesehatan mental yang mungkin tidak disadari. Namun, penting untuk diingat bahwa temuan ini bersifat risiko, bukan kepastian. Tidak semua anak pertama atau anak tunggal akan mengalami depresi.
Jika Anda adalah orang tua dari anak pertama atau anak tunggal, atau jika Anda sendiri berada dalam posisi tersebut dan merasa tertekan, ada beberapa langkah yang bisa diambil:
- Komunikasi Terbuka: Bangun lingkungan di mana anak merasa nyaman untuk berbicara tentang perasaan dan kekhawatiran mereka.
- Ekspektasi Realistis: Hindari menaruh ekspektasi yang tidak realistis pada anak. Hargai usaha mereka, bukan hanya hasil akhir.
- Dorong Kemandirian dan Sosialisasi: Beri ruang bagi anak untuk mengambil keputusan sendiri (sesuai usia) dan dorong mereka untuk berinteraksi dengan teman sebaya.
- Ajarkan Resiliensi: Bantu anak mengembangkan kemampuan untuk bangkit dari kegagalan dan menghadapi tantangan.
- Perhatian yang Seimbang: Bagi orang tua dengan lebih dari satu anak, usahakan untuk memberikan perhatian individual yang cukup kepada setiap anak.
- Cari Bantuan Profesional: Jika tanda-tanda depresi muncul (perubahan mood yang drastis, hilangnya minat, masalah tidur, dll.), jangan ragu untuk mencari bantuan dari psikolog atau psikiater.
Memahami dinamika keluarga dan dampaknya terhadap kesehatan mental adalah langkah pertama untuk menciptakan lingkungan yang lebih suportif dan penuh perhatian bagi semua anak.
BACA JUGA: Agar Manfaatnya Tak Hilang, Jangan Gabungkan Madu dengan 6 Bahan Makanan Ini!