Setiap pagi, saat sinar matahari pertama menyelinap melalui jendela, saya duduk dengan secangkir teh hangat dan buku catatan, merancang apa saja kegiatanku pagi sampai sore hari. Ritual ini dimulai bulan lalu, lahir setelah menyadari bahwa hari-hariku tenggelam dalam kebiasaan hidup yang penuh kekacauan, tugas tak berujung, kepadatan jalan raya, meninggalkan saya lelah dan menguras energi. Kini, saya merencanakan tiga prioritas kerja yang realistis dan dua aktivitas kesehatan, seperti jalan kaki 15 menit atau menyiapkan bekal sehat. Pada hari Rabu, 16 Juli 2025, pukul 13:27 WIB, saya melirik daftar saya: menyelesaikan laporan, membalas email, dan menyusun proposal, ditambah jalan kaki dan menyiapkan makan siang yang sudah dipersiapkan sejak pagi.
Saat jam berjalan, saya melindungi distraksi dan menjaga fokus dengan kebiasaan sederhana: istirahat singkat setiap jam, sembari melakukan peregangan tangan ke langit-langit, ditutup minum air putih untuk tetap terhidrasi. Pagi ini, selama istirahat, saya melangkah keluar, menghirup udara segar, menyaksikan daun menari di angin. Jeda-jeda ini adalah penyelamat saya, mencegah kelelahan dan menjaga energi saya tetap stabil. Saya perhatikan konsentrasi saya meningkat, dan rasa lesu sore hari memudar, digantikan oleh ketahanan yang tenang.
Hari berlalu dengan ritme biasa—rapat, tenggat waktu, gangguan sesekali. Namun, tindakan kecil ini menyusun benang keseimbangan. Jalan kaki saya siang tadi, 15 menit cepat di sekitar lingkungan, membersihkan pikiran saya, langkah saya selaras dengan pemikiran. Menyiapkan makan siang, memotong apel dan sesekali memilah buah-buahan lokal, menjadi tindakan meditatif, pengingat untuk memanjakan diri di tengah hiruk-pikuk. Pilihan ini bukan sekadar tugas; mereka adalah janji untuk kesejahteraan saya, penyeimbang terhadap tuntutan pekerjaan.
Saat malam tiba, ritual berubah. Sebelum tidur, saya menyalakan lilin dan duduk dalam diam, merefleksikan hari ini. Malam ini, saya tersenyum pada draf proposal yang selesai—kemenangan kecil di tengah jadwal sibuk—dan sup ayam yang saya nikmati, kaya nutrisi. Momen syukur ini mengakar pada saya, mengubah hari yang hectic menjadi cerita kemajuan. Saya mencatat refleksi ini di buku catatan saya, pena melacak kata-kata yang terasa seperti tepukan di punggung. Praktik ini, sederhana namun dalam, membantu saya melihat pertumbuhan di mana dulu saya hanya melihat usaha.
Rutinitas ini tidak menghapus tantangan hidup—tenggat waktu masih mengintai, dan energi kadang menurun—tetapi telah mengubah cara saya menghadapinya. Tiga prioritas menjaga pekerjaan tetap teratur, aktivitas kesehatan mengisi tubuh saya, dan istirahat mempertahankan pikiran saya. Refleksi malam, perayaan tenang atas satu kemenangan kerja dan satu tindakan sehat, membangun rasa tujuan dan perawatan diri. Ini siklus niat, tindakan, dan apresiasi, perjalanan untuk tetap fokus, bertenaga, dan seimbang. Besok, saya akan bangun lagi, buku catatan di tangan, siap menanam benih baru dan hal-hal kebaikan untuk hari berikutnya